Tuberkulosis atau TB (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini paling
sering menyerang paru-paru walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh
lain dan ditularkan orang ke orang. Ini juga salah satu penyakit tertua yang
diketahui menyerang manusia. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan
oleh kompleks Mycobacterium
tuberculosis, yang peka terhadap
obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan
kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus. Namun dibalik bahaya TB tersebut, seringkali banyak kasus pada
anak dan dewasa sering terjadi underdiagnosis dan paling sering adalah
overdiagnosis karena dalam menegakkan diagnosis tidak mudah. Overdiagnosis
artinya tidak mengalami infeksi TB tetapi didiagniosis dan diobati sebagai TB.
Bila diagnosis meragukan sebaiknya lakukan second opinion ke dokter anak
lainnya atau ke dokter ahli paru anak.
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mikobakterium
tuberkulosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus
baru tuberkulosis pada tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi
di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus di dunia.
Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk
jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140
ribu lainnya meninggal. Seratus tahun yang lalu, satu dari lima kematian di
Amerika Serikat disebabkan oleh tuberkulosis.
Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang
tersering di Indonesia. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan
ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan mempunyai dampak yang besar karena
pasien Tuberkulosis akan menularkan penyakitnya pada lingkungan,sehingga jumlah
penderita semakin bertambah.
Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6
bulan pengobatan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu
dilanjutkan atau berhenti, karena pengobatan yang cukup lama seringkali
membuat pasien putus berobat atau menjalankan pengobatan secara tidak teratur,
kedua hal ini ini fatal akibatnya yaitu pengobatan tidak berhasil dan kuman
menjadi kebal disebut MDR ( multi drugs resistance ), kasus ini memerlukan
biaya berlipat dan lebih sulit dalam pengobatannya sehingga diharapkan pasien
disiplin dalam berobat setiap waktu demi pengentasan tuberkulosis di Indonesia
Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai “Hari TBC” oleh sebab
pada 24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi
mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya.
Klasifikasi
- Tuberkulosis
paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
- Tuberkulosis
paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
- Tuberkulosis
pada sistem saraf
- Tuberkulosis
pada organ-organ lainnya
- Tuberkulosis
millier
Patofisiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk
dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M.
tuberculosis, M. bovis, M.
africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan
jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.
M.tuberculosis berbentuk
batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk spora, dan termasuk
bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya,
misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh
pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh
karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA.
Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella
micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan
arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan
permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik.
Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan
dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga.
Penularan TBC terjadi karena menghirup udara yang mengandung
Mikobakterium tuberkulosis (M.Tb), di alveolus M.Tb akan difagositosis oleh
makrofag alveolus dan dibunuh. Tetapi bila M.Tb yang dihirup virulen dan
makrofag alveolus lemah maka M.Tb akan berkembang biak dan menghancurkan
makrofag. Monosit dan makrofag dari darah akan ditarik secara kemotaksis ke
arah M.Tb berada, kemudian memfagositosis M.Tb tetapi tidak dapat
membunuhnya. Makrofag dan M.Tb membentuk tuberkel yang mengandung sel-sel
epiteloid, makrofag yang menyatu (sel raksasa Langhans) dan limfosit. Tuberkel
akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan fibrosis di dalamnya dan mungkin
juga terjadi kalsifikasi. Lesi pertama di alveolus (fokus primer) menjalar ke
kelenjar limfe hilus dan terjadi infeksi kelenjar limfe, yang bersama-sama
dengan limfangitis akan membentuk kompleks primer. Dari kelenjar limfe M.Tb dapat
langsung menyebabkan penyakit di organ-organ tersebut atau hidup dorman dalam
makrofag jaringan dan dapat aktif kembali bertahun-tahun kemudian. Tuberkel
dapat hilang dengan resolusi atau terjadi kalsifikasi atau terjadi
nekrosis dengan masa keju yang dibentuk oleh makrofag. Masa keju dapat mencair
dan M.Tb dapat berkembang biak ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan
paru dan terjadi pneumonia, lesi endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga
dapat menyebar secara bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lainnya .
Penularan
Penularan penyakit ini karena kontak dengan dahak atau menghirup
titik-titik air dari bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kuman
tuberkulosis, anak anak sering mendapatkan penularan dari orang dewasa di
sekitar rumah maupun saat berada di fasilitas umum seperti kendaraan umum,
rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah. Oleh sebab ini masyarakat di
Indonesia perlu sadar bila dirinya terdiagnosis tuberkulosis maka hati hati
saat berinteraksi dengan orang lain agar tidak batuk sembarangan , tidak
membuang ludah sembarangan dan sangat dianjurkan untuk bersedia memakai masker
atau setidaknya sapu tangan atau tissue.
Dalam memerangi penyebaran Tuberkulosis terutama pada anak anak
yang masih rentan daya tahan tubuhnya maka pemerintah Indonesia telah
memasukkan Imunisasi Tuberkulosis pada anak anak yang disebut sebagai Imunisasi
BCG sebagai salah satu program prioritas imunisasi wajib nasonal beserta dengan
4 jenis imunisasi wajib lainnya yaitu hepatitis B, Polio, DPT dan campak,
jadwalnya ada di Jadwal imunisasi
Diagnosis
Manifestasi klinis
- Diagnosa
tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
jasmani, pemeriksaan bakteriologi , radiologi dan pemeriksaan penunjang
lainnya
- Gejala
klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori atau gejala gejala yang erat hubungannya dengan
organ pernapasan ( sedang gejala lokal lain sesuai akan sesuai dengan
organ yang terlibat )
- Gejala
respiratori ialah batuk lebih dari 2 minggu, batuk bercampur darah. Bisa
juga nyeri dada dan sesak napas. Selanjutnya ada gejala yang disebut
sebagai Gejala sistemis antara lain Demam , badan lemah yang disebut
sebagai malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun menjadi
semakin kurus. Gejala respiratori sangat bervariasi, dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi, sehingga
pada kondisi yang gejalanya tidak jelas sehingga terkadang pasien baru
mengetahui dirinya terdiagnosis Tuberkulosis saat medical check up
DIAGNOSIS
Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil Tb dari bahan
yang diambil dari pasien misalnya sputum, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi
pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis
Tb anak didasarkan gambaran klinis, gambaran radiologis, dan uji tuberkulin.
Untuk itu penting memikirkan adanya Tb pada anak kalau terdapat
keadaan atau tanda-tanda yang mencurigakan seperti dibawah ini :
Pada anak harus
dicurigai menderita Tb kalau :
- Kontak
erat (serumah) dengan penderita Tb dengan sputum BTA (+)
- Terdapat
reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG dalam 3-7 hari.
- Terdapat
gejala umum
Gejala-gejala yang harus
dicurigai Tb
Gejala umum/tidak spesifik
- Berat
badan turun atau malnutrisi tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1
bulan dengan penanganan gizi.
- Nafsu
makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
(failure to
thrive) dengan adekuat.
- Demam
lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi
saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.
- Pembesaran
kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multiple, paling
sering di daerah leher, axilla dan inguinal.
Gejala-gejala respiratorik :
- batuk
lama lebih dari 3 minggu
- tanda
cairan di dada, nyeri dada
Gejala gastrointestinal
- diare
persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
- benjolan/massa
di abdomen
- tanda-tanda
cairan dalam abdomen
Gejala Spesifik
1. Tb kulit/skrofuloderma
2. Tb tulang dan sendi
- Tulang
punggung (spondilitis) : gibbus
- Tulang
panggul
(koksitis) :
pincang
- Tulang
lutut
: pincang dan/atau bengkak
- Tulang
kaki dan tangan
3. Tb Otak dan Saraf
- Meningitis
dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun
4. Gejala mata : Conjungtivitis phlyctenularis, Tuberkel koroid
(hanya terlihat dengan funduskopi)
- Uji tuberculin (Mantoux) Uji
tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan intrakutan).
Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU atau
PPD-S kekuatan 5 TU. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.
Diukur diameter tranversal dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan
dalam mm, dikatakan positif bila indurasi : > 10
mm.
- Reaksi cepat BCG Bila
dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat berupa kemerahan dan indurasi > 5
mm (dalam 3-7 hari) maka dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis.
- Foto
Rontgen Paru :
seringkali tidak khas Pembacaan
sulit, hati-hati kemungkinan overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling
mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau
kelenjar paratrakeal.
- Gambaran
rontgen paru pada Tb dapat berupa : Milier,
Atelektasis, Infiltrat , pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal,
konsolidasi (lobus), reaksi pleura dan/atau efusi pleura, kalsifikasi,
bronkiektasis, kavitas, destroyed
lung. Diskongkruensi antara gambaran
klinis dan gambaran radiologis, harus dicurigai Tb. Foto Rontgen paru
sebaiknya dilakukan PA dan lateral serta dibaca oleh ahlinya.
- Pemeriksaan mikrobiologi : pemeriksaan
langsung BTA (mikroskopis) dan kultur dari sputum (pada anak bilasan
lambung karena sputum sulit didapat ).
- Pemeriksaan
serologi (ELISA,
PAP, Mycodot, dll) masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
- Pemeriksaan
patologi anatomi.
- Respon
terhadap pengobatan OAT. Kalau dalam 2 bulan terdapat perbaikan klinis
nyata, akan menunjang atau memperkuat diagnosis TBC.
OVERDIAGNOSIS TBC
Penyakit TBC sering dianggap biang keladi penyebab utama batuk
berkepanjangan, kesulitan makan dan gangguan kenaikkan Berat Badan pada anak.
Padahal justru penyebab utama batuk berkepanjangan, kesulitan makan dan
gangguan kenaikkan Berat Badan pada anak yang utama bukan karena infeksi
Tuberkulosis. .Diagnosis pasti TBC anak sulit oleh karena penemuan kuman
Micobacterium TBC (M.TBC) pada anak tidak mudah. Cara-cara lain untuk
pemeriksaan laboratorium darah secara bakteriologis atau serologis masih
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat dipakai secara praktis – klinis.
Karena kesulitan diagnosis tersebut sering terjadi overdiagnosis
atau underdiagnosis. Overdiagnosis artinya diagnosis TBC yang diberikan pada
anak oleh dokter terlalu berlebihan atau terlalu cepat mendiagnosis dengan data
yang minimal walaupun anak belum tentu menderita TBC. Apabila terjadi
overdiagnosis TBC pada anak terdapat konsekuensi yang tidak ringan dihadapi
oleh si anak, karena anak harus mengkonsumsi 2 atau 3 obat sekaligus
minimal 6 bulan. Bahkan kadangkala diberikan lebih lama apabila dokter
menemukan tidak ada perbaikan klinis. Padahal obat TBC dalam jangka waktu lama
beresiko mengganggu fungsi hati,persyarafan telinga dan organ tubuh lainnya.
Sering terjadi anak dengan keluhan alergi pernapasan atau gangguan
pencernaan kronis (seperti coeliac dsbnya) yang disertai berat badan yang
kurang dan sulit makan diobati sebagai penyakit Tuberkulosis (TBC) paru
yang harus minum obat selama 6 bulan hingga 1 tahun. Padahal belum tentu anak
tersebut mengidap penyakit tuberculosis. Bahkan orang tua heran saat anaknya
divonis dokter mengidap penyakit TBC padahal tidak ada seorangpun di rumah yang
mengalami penyakit TBC. Overdiagnosis dan overtreatment pada anak dengan gejala
alergi tersebut sering terjadi karena keluhan alergi dan TBC hampir sama,
sementara mendiagnosis penyakit TBC tidaklah mudah.
Diagnosis Tuberkulosis anak menurut Pertemuan Dokter Anak
pulmunologi tahun 2000 harus dengan pengamatan seksama tentang adanya : Gejala
klinis, kontak erat serumah penderita TBC (dipastikan dengan dengan pemeriksaan
dahak positif), pemeriksaan yang harus dilakukan adalah Foto polos dada
(roentgen), tes mantouxt (positif : > 15mm bila sudah BCG, Positif > 10
mm bila belum BCG). Sering terjadi hanya dengan melakukan pemeriksaan satu
jenis pemeriksaan saja, anak sudah divonis dengan penyakit TBC. Seharusnya
pemeriksaan harus dilakukan secara lengkap dan teliti seperti di atas. Karena
sulitnya mendiagnosis TBC pada anak dan kosekuensi lamanya pengobatan maka bila
meragukan lebih baik dikonsultasikan atau dikonfirmasikan ke Dokter Spesialis
Paru Anak (Pulmonologi Anak). Ciri lain yang menunjukkan kemungkinan anak sudah
mengalami gangguan saluran cerna secara genetik atau sejak lahir dan bhuka
penyakit TBC adalah anak sejak lahir beratnya tidak pernah optimal dan biasanya
salah satu orangtuanya mempunyai berat badan yang kurus saat usia anak.
Dengan penanganan kesulitan makan dan gagal tumbuh pada anak yang
optimal diharapkan dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan, sehingga dapat
meningkatkan kualitas anak Indonesia dalam menghadapi persaingan di era
globalisasi mendatang khususnya. Tumbuh kembang dalam usia anak sangat
menentukan kualitas seseorang bila sudah dewasa nantinya.
Diagnosis pasti TB anak sulit oleh karena penemuan Micobacterium
TBC (M.TBC) sebagai penyebab TB pada anak tidak mudah. Sehingga sering terjadi
kesalahan diagnosis baik berupa underdiagnosis dan overdiagnosis dalam
penegakkan diagnosis TB pada anak. Overdiagnosis atau diagnosis TB yang
diberikan terlalu berlebihan padahal anak belum tentu mengalami infeksi TB.
Konsekuensi yang harus dihadapi adalah pemberian multidrug (2 atau 3 jenis
antibiotika) dalam jangka waktu 6 bulan. Pemberian obat anti TB pada anak yang
tidak menderita TB selain mengakibatkan pengeluaran biaya yang tidak
diperlukan, juga resiko efek samping pemberian obat tersebut seperti gangguan
hati, persarafan telinga, gangguan darah dan sebagainya. Di lingkungan
Puskesmas khususnya daerah pedesaan juga membuat berkurangnya persediaan obat
untuk penderita TB yang benar-benar memerlukannya. Di kalangan masyarakat
bahkan sebagian klinisi terdapat kecenderungan tanda dan gejala TB yang tidak
spesifik pada anak sering dipakai dasar untuk memberikan pengobatan TB pada
anak. Padahal banyak penyakit lainnya yang mempunyai gejala tersebut. Gagal
tumbuh atau berat badan tidak naik, kesulitan makan, demam berulang, sering
batuk atau pembesaran kelenjar di sekitar leher dan belakang kepala merupakan
gejala yang tidak spesifik pada anak. Tetapi tampaknya dalam praktek
sehari-hari gangguan ini sering langsung dicurigai sebagai gejala TB.
Seharusnya gejala tersebut dapat disebabkan oleh beberapa penyakit lainnya.
Gangguan-gangguan tersebut juga sering dialami oleh penderita alergi, asma,
gangguan saluran cerna dan gangguan lainnya pada anak.
OVERDIAGNOSIS PADA
GANGGUAN LAIN
Tanda dan gejala TB yang tidak spesifik sangat mirip dengan
penyakit lainnya. Gangguan gagal tumbuh dan gangguan saluran napas non spesifik
sering mengalami overdiagnosis tuberkulosis. Penyakit alergi atau asma dan
penderita gagal tumbuh yang disertai kesulitan makan paling sering dianggap
penyakit TB karena gejalanya sama. Penelitian yang dilakukan penulis didapatkan
fakta yang patut disimak. Sebanyak 34(12%) anak mengalami overdiagnosis di
anatara 226 anak dengan gangguan napas nonspesifik seperti alergi atau asma
yang berobat jalan di Klinik Alergi Anak Rumah Sakit Bunda Jakarta. Penelitian
lain didapatkan hasil yang mengejutkan, overdiagnosis ditemukan lebih besar
lagi, yaitu 42 (22%) anak pada 210 anak dengan gangguan kesulitan makan
disertai gagal tumbuh yang berobat jalan di Picky Eaters Clinic Jakarta.
Overdiagnosis tersebut sering terjadi karena tidak sesuai dengan panduan
diagnosis yang ada atau kesalahan dalam menginterpretasikan gejala klinis,
kontak dan pemeriksaan penunjang khususnya tes mantoux dan foto polos paru.
PERMASALAHAN DIAGNOSIS
TB
- Gejala
khas TB biasanya muncul tergantung dari bagian tubuh mana yang terserang,
misalnya: TB kulit atau skrofuloderma, TB tulang dan sendi: tulang
punggung (spondilitis): gibbus tulang panggul (koksitis): pincang,
pembengkakan di pinggul, tulang lutut pincang atau bengkak, tulang kaki
dan tangan, TB otak dan saraf : meningitis: dengan gejala iritabel, kaku
kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun. Gejala mata berupa
konjungtifitis phlyctenularis, tuberkel koroid , kelainan ini hanya
terlihat dengan alat funduskopi.
- Pada
pertemuan para ahli pulmonologi anak di Jakarta 26 Agustus 2000 telah
dibuat suatu kesepakatan bersama yang berupa Konsensus Nasional TB anak.
Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil TB dari bahan yang
diambil dari pasien misalnya sputum, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi
pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar
diagnosis TB anak didasarkan gambaran klinis, kontak, gambaran radiologis,
dan uji tuberculin.
- Pemeriksaan
BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukan dari bilasan
lambung karena dahak sulit didapat. Pemeriksaan BTA secara biakan (kultur)
memerlukan waktu yang lama. Cara baru untuk mendeteksi kuman TBC dengan PCR
(Polymery Chain Reaction) atau Bactec masih belum banyak dipakai dalam klinis
praktis. Demikian juga pemeriksaan darah serologis seperti ELISA, PAP,
Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
pemakaian dalam klinis praktis. Beberapa pemeriksaan tersebut spesifitas
dan sensitifitasnya tidak lebih baik dari uji tuberkulin atau tes mantoux.
KESALAHAN DIAGNOSIS
- Overdiagnosis
sering terjadi karena karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang
ada atau kesalahan dalam menginterpretasikan gejala klinis, kontak dan
pemeriksaan penunjang khususnya tes mantoux dan foto polos paru. Pada
kasus di atas sebagian besar overdiagnosis TBC ditegakkan hanya karena
hasil foto rontgen. Tanpa pengamatan adanya kontak dan uji tuberkulin
(test mantouxt) sudah terlalu cepat diberikan pengobatan TB. Sering
terjadi hasil rontgen adalah infiltrat (flek) di paru sudah dianggap
sebagai TB. Padahal gambaran ini bukan gambaran TB dan ternyata bisa
didapatkan pada penyakit alergi, asma dan penyakit coeliac (gangguan
saluran cerna dan berat badan kurus).
- Sedangkan
gambaran röntgen TB paru pada anak tidak khas. Gambaran TB yang ditemukan
adalah pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal,
milier,atelektasis, kolaps, konsolidasi, infiltrat dengan pembesaran
kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi (lobus), cairan paru. kalsifikasi,
bronkiektasis, kavitas dan destroyed lung (paru rusak). Sering kali
terjadi interpretasi dokter radiologi hanya karena ditemukan infiltrat
(flek) tanpa pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal sudah
dicurigai atau dianggap TB. Sedangkan dokter yang merawat penderita
langsung memberikan pengobatan TB tanpa konfirmasi data lainnya.
- Menentukan
sumber penularan atau kontak TBC adalah adanya kontak erat dan lama dengan
penderita TBC yang dipastikan dengan pemeriksaan dahak yang positif.
Kesalahan yang sering terjadi bahwa kontak TBC itu adalah saudara yang
hanya pernah bertemu sesekali. Kesalahan lainnya kontak TBC sering dianggap
bahwa orang yang sering batuk atau kurus padahal belum tentu bila belum
terbukti pemeriksaan dahak atau sputum positif. Anak yang mengalami gagal
tumbuh dengan kesulitan makan ternyata sekitar 75% salah satu orang tuanya
juga mengalami gangguan kenaikkan berat badan. Penderita alergi atau asma
juga sebagian besar salah satu orang tuanya juga mengalami batuk lama yang
terlalu cepat dianggap sebagai kontak TBC.
- Di
dalam masyarakat batuk lama atau Batuk Kronis Berulang (BKB) tampaknya
lebih sering dikawatirkan sebagai TBC. Padahal batuk adalah bukan merupakan
keluhan utama penyakit TBC pada anak. BKB adalah batuk yang berlangsung lebih
dari 2 minggu atau berulang 3 kali atau lebih dalam 3 bulan. Diagnosis
banding pertama pada BKB adalah asma atau alergi. Menurut pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak bila ditemui keluhan BKB harus disingkirkan dulu
diagnosis banding lain seperti alergi atau asma sebelum diagnosis TBC
dicari. Kesalahan membaca tes mantouxt sering terjadi dalam overdiagnosis
TB. Hasil tes Mantoux yang besar langsung dicurigai sebagai TB. Padahal
tes Mantoux dikatakan positif bila indurasi harus lebih 10 mm bila bekas
luka imunisasi BCG negatif (imunisasi tidak jadi). Bila bekas luka
imunisasi BCG ada (imunisasi BCG jadi) harus lebih 15 mm. Kesalahan lain
yang sering terjadi adalah penilaian tes mantoux adalah lebar peninggian
kemerahan kulit bukan kemerahan pada kulit.
- TB
adalah penyakit yang harus diwaspadai tetapi jangan terlalu kawatir
berlebihan. Dalam menegakkan diagnosis harus dilakukan secara cermat dan
lengkap melalui anamnesa kontak TB, tanda dan gejala TB, pemeriksaan foto
polos paru dan uji tuberkulin. Sebaiknya tidak terlalu cepat memvonis
diagnosis TB bila data yang didapat belum optimal. Bila meragukan
sebaiknya dilakukan penanganan multidisiplin ilmu kesehatan anak seperti
dokter pulmonologi anak, gastroenterologi anak, endokrinologi anak atau
alergi anak. Karena bila sudah didiagnosis TB maka konsekuensi penggunaan
obat-obatan dalam jangka waktu lama dan resiko efek samping yang
ditimbulkan.
TATALAKSANA TBC / FLEK PARU
- Obat
harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang cukup lama. Dosis
obat harus disesuaikan dengan berat badan.
- Secara
garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana untuk :
1. TBC paru tidak berat Pada TBC paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat anti
tuberkulosis (OAT) dengan jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap intensif terdiri
dari isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pyraninamid (Z) selama 2 bulan diberikan
setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR).
2. TBC paru berat atau TBC ekstrapulmonal Pada
TBC berat (TBC milier, meningitis, dan TBC tulang) maka juga diberikan
Streptomisin atau Etambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada TBC berat
biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan, kemudian
dilanjutkan dengan Isoniazid dan Rifampisin selama 10 bulan lagi atau lebih,
sesuai dengan perkembangan klinisnya. Kalau ada kegagalan karena resistensi
obat, maka obat diganti sesuai dengan hasil uji resistensi, atau tambah dan
ubah kombinasi OAT.
Obat anti tuberkulosis yang digunakan adalah :
- Isoniazid
(INH) : selama 6-12 bulan
1. Dosis
terapi
: 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
2. Dosis
profilaksis : 5-10
mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
3. Dosis
maksimum : 300
mg/hari
- Rifampisin
( R ) : selama 6-12 bulan
1. Dosis
: 10-20 mg/kgBB/hari sekali sehari
2. Dosis
maksimum : 600
mg/hari
- Pirazinamid
(Z) : selama 2-3 bulan pertama
1. Dosis
: 25-35 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
2. Dosis
maksimum : 2
gram/hari
- Etambutol
(E) : selama 2-3 bulan pertama
1. Dosis
: 15-20 mg/kgBB/hari diberikan sekali atau 2 kali sehari
2. Dosis
maksimum : 1250
mg/hari
- Streptomisin
(S) : selama 1-2 bulan pertama
1. Dosis
: 15-40 mg/kg/hari diberikan sekali sehari intra muskular
2. Dosis
maksimum : 1
gram/hari
- Kortikosteroid
diberikan pada keadaan khusus seperti : Tb milier, meningitis Tb,
endobronkial Tb, pleuritis Tb, perikarditis Tb, peritonitis Tb.
- Boleh
diberikan prednison 1-2 mg/kg BB/hari selama 1-2 bulan
PENGHENTIAN PENGOBATAN
- Bila
setelah 6 bulan evaluasi membaik : batuk menghilang, klinis membaik, anak
menjadi lebih aktif, berat badan meningkat, foto thorax membaik, penurunan
LED
- Bila
setelah 6 bulan tidak ada perbaikan, kemungkinan :
1. Kepatuhan minum obat yang kurang
2. MDR (Multi
Drug Resisten)
3. Diagnosis bukan TBC
OBAT PENCEGAHAN DENGAN INH : 5-10 mg/kg BB/hari diberikan pada :
- Profilaksis
primer : anak yang kontak erat dengan penderita TB menular (BTA positip,
tetapi belum terinfeksi).
- Profilaksis
sekunder : anak dengan infeksi TB yaitu tuberkulin positip dan klinis
baik, dengan faktor resiko yang memungkinkan menjadi TB aktif.
1. umur dibawah 5 tahun
2. menderita penyakit infeksi (morbili, varicella)
3. mendapat obat imunosupresif (sitostatik, steroid, dll)
4. umur akil balik
5. kalau ada infeksi HIV
KOMPLIKASI
Pada anak komplikasi biasanya terjadi pada 5 tahun pertama setelah
infeksi terutama 1 tahun pertama. Penyebaran limfohematogen menjadi Tb milier
atau meningitis Tb atau efusi pleura biasanya terjadi 3-6 bulan
setelah infeksi primer. Tb tulang dan sendi terbanyak terjadi dalam 3 tahun
pertama, dan Tb ginjal dan kulit terbanyak setelah 5 tahun dari infeksi primer.
SISTEM SKORING DIAGNOSIS TUBERKULOSIS ANAK
Parameter
|
0
|
1
|
2
|
3
|
Kontak
Tb
|
Tidak
jelas
|
Laporan
keluarga, BTA (-) atau tidak tahu
|
Kavitas
(+), BTA tidak jelas
|
BTA
(+)
|
Uji
Tuberkulin
|
Negatif
|
Positif
( ≥ 10 mm atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosupresi)
|
||
Berat
badan/keadaan gizi
|
BB/TB
< 90% atau BB/U < 80%
|
Klinis
gizi buruk atau BB/TB< 70%atau BB/U < 60%
|
||
Demam
tanpa sebab
jelas
|
≥
2 minggu
|
|||
Batuk
|
≥
3 minggu
|
|||
Pembesaran
kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal
|
≥
1cm, jumlah >1, tidak nyeri
|
|||
Pembengkakan
tulang/sendi panggul, lutut, falang
|
Ada
pembengkakan
|
|||
Foto
Rontgen toraks
|
Normal/tidak
jelas
|
lobar
|
Catatan :
- Diagnosis
dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
- Jika
dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis
- Berat
badan dinilai saat datang (moment
opname)
- Demam
dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku
- Foto
rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada Tb anak
- Semua
anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring Tb
anak
- Didiagnosis
Tb jika skor ≥ 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih bersifat
tentatif/sementara, nilai definitif menunggu hasil penelitian yang sedang
dilaksanakan.
Referensi
- Core Curriculum on
Tuberculosis: What the Clinician Should Know, 4th edition (2000).
Division of Tuberculosis Elimination, Centers for Disease Control and
Prevention (CDC).
- Joint
Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society. Control and prevention
of tuberculosis in the United Kingdom: Code of Practice 2000.
Thorax 2000;55:887-901
- Thomas
Dormandy (1999). The
White Death: A History of Tuberculosis.
- Mountains Beyond Mountains: The
Quest of Dr. Paul Farmer, a Man Who Would Cure the World.
Tracy Kidder, Random House 2000.
- Ha
SJ, Jeon BY, Youn JI, Kim SC, Cho SN, Sung YC. Protective effect of DNA
vaccine during chemotherapy on reactivation and reinfection of
Mycobacterium tuberculosis. Gene Ther. 2005 Feb 03;
- Tuberkulosis
– Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia 2006.
- Munoz
FM, Starke JR. Tuberculosis. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB
Saunders, 2003 : 958-71.
- Crofton
SJ, Horne N, Miller F. Clinical Tuberculosis. Edisi ke-1. London: The Mac
Millan Press, 1992.
- Rahajoe
N, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman Nasional Tuberkulosis
Anak. UKK Pulmonologi : PP IDAI, 2005.