Tips Cepat Hamil

Monday, February 25, 2013

Gejala dan Cara Mengetahui TBC / TB Pada Anak

Tuberkulosis atau TB (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain dan ditularkan orang ke orang. Ini juga salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus. Namun dibalik bahaya TB tersebut, seringkali banyak kasus pada anak dan dewasa sering terjadi underdiagnosis dan paling sering adalah overdiagnosis karena dalam menegakkan diagnosis tidak mudah. Overdiagnosis artinya tidak mengalami infeksi TB tetapi didiagniosis dan diobati sebagai TB. Bila diagnosis meragukan sebaiknya lakukan second opinion ke dokter anak lainnya atau ke dokter ahli paru anak.
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mikobakterium tuberkulosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus di dunia.
Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal. Seratus tahun yang lalu, satu dari lima kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh tuberkulosis.
Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang tersering di Indonesia. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan mempunyai dampak yang besar karena pasien Tuberkulosis akan menularkan penyakitnya pada lingkungan,sehingga jumlah penderita semakin bertambah.
Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6 bulan pengobatan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu dilanjutkan atau berhenti, karena pengobatan yang cukup lama seringkali  membuat pasien putus berobat atau menjalankan pengobatan secara tidak teratur, kedua hal ini ini fatal akibatnya yaitu pengobatan tidak berhasil dan kuman menjadi kebal disebut MDR ( multi drugs resistance ), kasus ini memerlukan biaya berlipat dan lebih sulit dalam pengobatannya sehingga diharapkan pasien disiplin dalam berobat setiap waktu demi pengentasan tuberkulosis di Indonesia
Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai “Hari TBC” oleh sebab pada 24 Maret 1882 di Berlin, Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab tuberkulosis yang ditemukannya.
Klasifikasi
  • Tuberkulosis paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
  • Tuberkulosis paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
  • Tuberkulosis pada sistem saraf
  • Tuberkulosis pada organ-organ lainnya
  • Tuberkulosis millier
Patofisiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.
M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga.
Penularan TBC terjadi karena menghirup udara yang mengandung Mikobakterium tuberkulosis (M.Tb), di alveolus M.Tb akan difagositosis oleh makrofag alveolus dan dibunuh. Tetapi bila M.Tb yang dihirup virulen dan makrofag alveolus lemah maka M.Tb akan berkembang biak dan menghancurkan makrofag. Monosit dan makrofag dari darah akan ditarik secara kemotaksis ke arah  M.Tb berada, kemudian memfagositosis M.Tb tetapi tidak dapat membunuhnya. Makrofag dan M.Tb membentuk tuberkel yang mengandung sel-sel epiteloid, makrofag yang menyatu (sel raksasa Langhans) dan limfosit. Tuberkel akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan fibrosis di dalamnya dan mungkin juga terjadi kalsifikasi. Lesi pertama di alveolus (fokus primer) menjalar ke kelenjar limfe hilus dan terjadi infeksi kelenjar limfe, yang bersama-sama dengan limfangitis akan membentuk kompleks primer. Dari kelenjar limfe M.Tb dapat langsung menyebabkan penyakit di organ-organ tersebut atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan dapat aktif kembali bertahun-tahun kemudian. Tuberkel dapat hilang dengan  resolusi atau terjadi kalsifikasi atau terjadi nekrosis dengan masa keju yang dibentuk oleh makrofag. Masa keju dapat mencair dan M.Tb dapat berkembang biak ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan paru dan terjadi pneumonia, lesi endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga dapat menyebar secara bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lainnya .
Penularan
Penularan penyakit ini karena kontak dengan dahak atau menghirup titik-titik air dari bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kuman tuberkulosis, anak anak sering mendapatkan penularan dari orang dewasa di sekitar rumah maupun saat berada di fasilitas umum seperti kendaraan umum, rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah. Oleh sebab ini masyarakat di Indonesia perlu sadar bila dirinya terdiagnosis tuberkulosis maka hati hati saat berinteraksi dengan orang lain agar tidak batuk sembarangan , tidak membuang ludah sembarangan dan sangat dianjurkan untuk bersedia memakai masker atau setidaknya sapu tangan atau tissue.
Dalam memerangi penyebaran Tuberkulosis terutama pada anak anak yang masih rentan daya tahan tubuhnya maka pemerintah Indonesia telah memasukkan Imunisasi Tuberkulosis pada anak anak yang disebut sebagai Imunisasi BCG sebagai salah satu program prioritas imunisasi wajib nasonal beserta dengan 4 jenis imunisasi wajib lainnya yaitu hepatitis B, Polio, DPT dan campak, jadwalnya ada di Jadwal imunisasi
Diagnosis
Manifestasi klinis
  • Diagnosa tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan bakteriologi , radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
  • Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori atau gejala gejala yang erat hubungannya dengan organ pernapasan ( sedang gejala lokal lain sesuai akan sesuai dengan organ yang terlibat )
  • Gejala respiratori ialah batuk lebih dari 2 minggu, batuk bercampur darah. Bisa juga nyeri dada dan sesak napas. Selanjutnya ada gejala yang disebut sebagai Gejala sistemis antara lain Demam , badan lemah yang disebut sebagai malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun menjadi semakin kurus. Gejala respiratori sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi, sehingga pada kondisi yang gejalanya tidak jelas sehingga terkadang pasien baru mengetahui dirinya terdiagnosis Tuberkulosis saat medical check up
DIAGNOSIS
Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil Tb dari bahan yang diambil dari pasien misalnya sputum, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis Tb anak didasarkan gambaran klinis, gambaran radiologis, dan uji tuberkulin.
Untuk itu penting memikirkan adanya Tb pada anak kalau terdapat keadaan atau tanda-tanda yang mencurigakan seperti dibawah ini :
Pada anak harus dicurigai menderita Tb kalau :
  • Kontak erat (serumah) dengan penderita Tb dengan sputum BTA (+)
  • Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG dalam 3-7 hari.
  • Terdapat gejala umum
Gejala-gejala yang harus dicurigai Tb
Gejala umum/tidak spesifik
  • Berat badan turun atau malnutrisi tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi.
  • Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
  • Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.
  • Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multiple, paling sering di daerah leher, axilla dan inguinal.
Gejala-gejala respiratorik :
  • batuk lama lebih dari 3 minggu
  • tanda cairan di dada, nyeri dada
Gejala gastrointestinal
  • diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
  • benjolan/massa di abdomen
  • tanda-tanda cairan dalam abdomen
Gejala Spesifik
1.     Tb kulit/skrofuloderma
2.     Tb tulang dan sendi
  • Tulang punggung (spondilitis)     : gibbus
  • Tulang panggul (koksitis)           : pincang
  • Tulang lutut                               : pincang dan/atau bengkak
  • Tulang kaki dan tangan
3. Tb Otak dan Saraf
  • Meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun
4. Gejala mata : Conjungtivitis phlyctenularis, Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)
  • Uji tuberculin (Mantoux) Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan intrakutan). Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU atau PPD-S kekuatan 5 TU. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter tranversal dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam mm, dikatakan positif bila indurasi : > 10 mm.
  • Reaksi cepat BCG Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat berupa kemerahan dan indurasi > 5  mm (dalam 3-7 hari) maka dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
  • Foto Rontgen Paru : seringkali tidak khas Pembacaan sulit, hati-hati kemungkinan overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal.
  • Gambaran rontgen paru pada Tb dapat berupa : Milier, Atelektasis, Infiltrat , pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi (lobus), reaksi pleura dan/atau efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas, destroyed lung. Diskongkruensi antara gambaran klinis dan gambaran radiologis, harus dicurigai Tb. Foto Rontgen paru sebaiknya dilakukan PA dan lateral serta dibaca oleh ahlinya.
  • Pemeriksaan mikrobiologi : pemeriksaan langsung BTA (mikroskopis)  dan kultur dari sputum (pada anak bilasan lambung karena sputum sulit didapat ).
  • Pemeriksaan serologi (ELISA, PAP, Mycodot, dll) masih memerlukan penelitian  lebih lanjut.
  • Pemeriksaan patologi anatomi.
  • Respon terhadap pengobatan OAT. Kalau dalam 2 bulan terdapat perbaikan klinis nyata, akan menunjang atau memperkuat diagnosis TBC.
OVERDIAGNOSIS TBC
Penyakit TBC sering dianggap biang keladi penyebab utama batuk berkepanjangan, kesulitan makan dan gangguan kenaikkan Berat Badan pada anak. Padahal justru penyebab utama batuk berkepanjangan, kesulitan makan dan gangguan kenaikkan Berat Badan pada anak yang utama bukan karena infeksi Tuberkulosis. .Diagnosis pasti TBC anak sulit oleh karena penemuan kuman Micobacterium TBC (M.TBC) pada anak tidak mudah. Cara-cara lain untuk pemeriksaan laboratorium darah secara bakteriologis atau serologis masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat dipakai secara praktis – klinis.
Karena kesulitan diagnosis tersebut sering terjadi overdiagnosis atau underdiagnosis. Overdiagnosis artinya diagnosis TBC yang diberikan pada anak oleh dokter terlalu berlebihan atau terlalu cepat mendiagnosis dengan data yang minimal walaupun anak belum tentu menderita TBC. Apabila terjadi overdiagnosis TBC pada anak terdapat konsekuensi yang tidak ringan dihadapi oleh si anak, karena anak harus mengkonsumsi 2  atau 3 obat sekaligus minimal 6 bulan. Bahkan kadangkala diberikan lebih lama apabila dokter menemukan tidak ada perbaikan klinis. Padahal obat TBC dalam jangka waktu lama beresiko mengganggu fungsi hati,persyarafan telinga dan organ tubuh lainnya.
Sering terjadi anak dengan keluhan alergi pernapasan atau gangguan pencernaan kronis (seperti coeliac dsbnya) yang disertai berat badan yang kurang dan sulit makan diobati sebagai penyakit Tuberkulosis (TBC)  paru yang harus minum obat selama 6 bulan hingga 1 tahun. Padahal belum tentu anak tersebut mengidap penyakit tuberculosis. Bahkan orang tua heran saat anaknya divonis dokter mengidap penyakit TBC padahal tidak ada seorangpun di rumah yang mengalami penyakit TBC. Overdiagnosis dan overtreatment pada anak dengan gejala alergi tersebut sering terjadi karena keluhan alergi dan TBC hampir sama, sementara mendiagnosis penyakit TBC tidaklah mudah.
Diagnosis Tuberkulosis anak menurut Pertemuan Dokter Anak pulmunologi tahun 2000 harus dengan pengamatan seksama tentang adanya : Gejala klinis, kontak erat serumah penderita TBC (dipastikan dengan dengan pemeriksaan dahak positif), pemeriksaan yang harus dilakukan adalah Foto polos dada (roentgen), tes mantouxt (positif : > 15mm bila sudah BCG, Positif > 10 mm bila belum BCG). Sering terjadi hanya dengan melakukan pemeriksaan satu jenis pemeriksaan saja, anak sudah divonis dengan penyakit TBC. Seharusnya pemeriksaan harus dilakukan secara lengkap dan teliti seperti di atas. Karena sulitnya mendiagnosis TBC pada anak dan kosekuensi lamanya pengobatan maka bila meragukan lebih baik dikonsultasikan atau dikonfirmasikan ke Dokter Spesialis Paru Anak (Pulmonologi Anak). Ciri lain yang menunjukkan kemungkinan anak sudah mengalami gangguan saluran cerna secara genetik atau sejak lahir dan bhuka penyakit TBC adalah anak sejak lahir beratnya tidak pernah optimal dan biasanya salah satu orangtuanya mempunyai berat badan yang kurus saat usia anak.
Dengan penanganan kesulitan makan dan gagal tumbuh pada anak yang optimal diharapkan dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan, sehingga dapat meningkatkan kualitas anak Indonesia dalam menghadapi persaingan di era globalisasi mendatang khususnya. Tumbuh kembang dalam usia anak sangat menentukan kualitas seseorang bila sudah dewasa nantinya.
Diagnosis pasti TB anak sulit oleh karena penemuan Micobacterium TBC (M.TBC) sebagai penyebab TB pada anak tidak mudah. Sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis baik berupa underdiagnosis dan overdiagnosis dalam penegakkan diagnosis TB pada anak. Overdiagnosis atau diagnosis TB yang diberikan terlalu berlebihan padahal anak belum tentu mengalami infeksi TB. Konsekuensi yang harus dihadapi adalah pemberian multidrug (2 atau 3 jenis antibiotika) dalam jangka waktu 6 bulan. Pemberian obat anti TB pada anak yang tidak menderita TB selain mengakibatkan pengeluaran biaya yang tidak diperlukan, juga resiko efek samping pemberian obat tersebut seperti gangguan hati, persarafan telinga, gangguan darah dan sebagainya. Di lingkungan Puskesmas khususnya daerah pedesaan juga membuat berkurangnya persediaan obat untuk penderita TB yang benar-benar memerlukannya. Di kalangan masyarakat bahkan sebagian klinisi terdapat kecenderungan tanda dan gejala TB yang tidak spesifik pada anak sering dipakai dasar untuk memberikan pengobatan TB pada anak. Padahal banyak penyakit lainnya yang mempunyai gejala tersebut. Gagal tumbuh atau berat badan tidak naik, kesulitan makan, demam berulang, sering batuk atau pembesaran kelenjar di sekitar leher dan belakang kepala merupakan gejala yang tidak spesifik pada anak. Tetapi tampaknya dalam praktek sehari-hari gangguan ini sering langsung dicurigai sebagai gejala TB. Seharusnya gejala tersebut dapat disebabkan oleh beberapa penyakit lainnya. Gangguan-gangguan tersebut juga sering dialami oleh penderita alergi, asma, gangguan saluran cerna dan gangguan lainnya pada anak.
OVERDIAGNOSIS PADA GANGGUAN LAIN
Tanda dan gejala TB yang tidak spesifik sangat mirip dengan penyakit lainnya. Gangguan gagal tumbuh dan gangguan saluran napas non spesifik sering mengalami overdiagnosis tuberkulosis. Penyakit alergi atau asma dan penderita gagal tumbuh yang disertai kesulitan makan paling sering dianggap penyakit TB karena gejalanya sama. Penelitian yang dilakukan penulis didapatkan fakta yang patut disimak. Sebanyak 34(12%) anak mengalami overdiagnosis di anatara 226 anak dengan gangguan napas nonspesifik seperti alergi atau asma yang berobat jalan di Klinik Alergi Anak Rumah Sakit Bunda Jakarta. Penelitian lain didapatkan hasil yang mengejutkan, overdiagnosis ditemukan lebih besar lagi, yaitu 42 (22%) anak pada 210 anak dengan gangguan kesulitan makan disertai gagal tumbuh yang berobat jalan di Picky Eaters Clinic Jakarta. Overdiagnosis tersebut sering terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada atau kesalahan dalam menginterpretasikan gejala klinis, kontak dan pemeriksaan penunjang khususnya tes mantoux dan foto polos paru.
PERMASALAHAN DIAGNOSIS TB
  • Gejala khas TB biasanya muncul tergantung dari bagian tubuh mana yang terserang, misalnya: TB kulit atau skrofuloderma, TB tulang dan sendi: tulang punggung (spondilitis): gibbus tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul, tulang lutut pincang atau bengkak, tulang kaki dan tangan, TB otak dan saraf : meningitis: dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun. Gejala mata berupa konjungtifitis phlyctenularis, tuberkel koroid , kelainan ini hanya terlihat dengan alat funduskopi.
  • Pada pertemuan para ahli pulmonologi anak di Jakarta 26 Agustus 2000 telah dibuat suatu kesepakatan bersama yang berupa Konsensus Nasional TB anak. Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil TB dari bahan yang diambil dari pasien misalnya sputum, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan gambaran klinis, kontak, gambaran radiologis, dan uji tuberculin.
  • Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat. Pemeriksaan BTA secara biakan (kultur) memerlukan waktu yang lama. Cara baru untuk mendeteksi kuman TBC dengan PCR (Polymery Chain Reaction) atau Bactec masih belum banyak dipakai dalam klinis praktis. Demikian juga pemeriksaan darah serologis seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis. Beberapa pemeriksaan tersebut spesifitas dan sensitifitasnya tidak lebih baik dari uji tuberkulin atau tes mantoux.
KESALAHAN DIAGNOSIS
  • Overdiagnosis sering terjadi karena karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada atau kesalahan dalam menginterpretasikan gejala klinis, kontak dan pemeriksaan penunjang khususnya tes mantoux dan foto polos paru. Pada kasus di atas sebagian besar overdiagnosis TBC ditegakkan hanya karena hasil foto rontgen. Tanpa pengamatan adanya kontak dan uji tuberkulin (test mantouxt) sudah terlalu cepat diberikan pengobatan TB. Sering terjadi hasil rontgen adalah infiltrat (flek) di paru sudah dianggap sebagai TB. Padahal gambaran ini bukan gambaran TB dan ternyata bisa didapatkan pada penyakit alergi, asma dan penyakit coeliac (gangguan saluran cerna dan berat badan kurus).
  • Sedangkan gambaran röntgen TB paru pada anak tidak khas. Gambaran TB yang ditemukan adalah pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal, milier,atelektasis, kolaps, konsolidasi, infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi (lobus), cairan paru. kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas dan destroyed lung (paru rusak). Sering kali terjadi interpretasi dokter radiologi hanya karena ditemukan infiltrat (flek) tanpa pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal sudah dicurigai atau dianggap TB. Sedangkan dokter yang merawat penderita langsung memberikan pengobatan TB tanpa konfirmasi data lainnya.
  • Menentukan sumber penularan atau kontak TBC adalah adanya kontak erat dan lama dengan penderita TBC yang dipastikan dengan pemeriksaan dahak yang positif. Kesalahan yang sering terjadi bahwa kontak TBC itu adalah saudara yang hanya pernah bertemu sesekali. Kesalahan lainnya kontak TBC sering dianggap bahwa orang yang sering batuk atau kurus padahal belum tentu bila belum terbukti pemeriksaan dahak atau sputum positif. Anak yang mengalami gagal tumbuh dengan kesulitan makan ternyata sekitar 75% salah satu orang tuanya juga mengalami gangguan kenaikkan berat badan. Penderita alergi atau asma juga sebagian besar salah satu orang tuanya juga mengalami batuk lama yang terlalu cepat dianggap sebagai kontak TBC.
  • Di dalam masyarakat batuk lama atau Batuk Kronis Berulang (BKB) tampaknya lebih sering dikawatirkan sebagai TBC. Padahal batuk adalah bukan merupakan keluhan utama penyakit TBC pada anak. BKB adalah batuk yang berlangsung lebih dari 2 minggu atau berulang 3 kali atau lebih dalam 3 bulan. Diagnosis banding pertama pada BKB adalah asma atau alergi. Menurut pedoman Nasional Tuberkulosis Anak bila ditemui keluhan BKB harus disingkirkan dulu diagnosis banding lain seperti alergi atau asma sebelum diagnosis TBC dicari. Kesalahan membaca tes mantouxt sering terjadi dalam overdiagnosis TB. Hasil tes Mantoux yang besar langsung dicurigai sebagai TB. Padahal tes Mantoux dikatakan positif bila indurasi harus lebih 10 mm bila bekas luka imunisasi BCG negatif (imunisasi tidak jadi). Bila bekas luka imunisasi BCG ada (imunisasi BCG jadi) harus lebih 15 mm. Kesalahan lain yang sering terjadi adalah penilaian tes mantoux adalah lebar peninggian kemerahan kulit bukan kemerahan pada kulit.
  • TB adalah penyakit yang harus diwaspadai tetapi jangan terlalu kawatir berlebihan. Dalam menegakkan diagnosis harus dilakukan secara cermat dan lengkap melalui anamnesa kontak TB, tanda dan gejala TB, pemeriksaan foto polos paru dan uji tuberkulin. Sebaiknya tidak terlalu cepat memvonis diagnosis TB bila data yang didapat belum optimal. Bila meragukan sebaiknya dilakukan penanganan multidisiplin ilmu kesehatan anak seperti dokter pulmonologi anak, gastroenterologi anak, endokrinologi anak atau alergi anak. Karena bila sudah didiagnosis TB maka konsekuensi penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu lama dan resiko efek samping yang ditimbulkan.
TATALAKSANA TBC / FLEK PARU
  • Obat harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang cukup lama. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan.
  • Secara garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana untuk :
1.     TBC paru tidak berat   Pada TBC paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat anti tuberkulosis (OAT) dengan jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pyraninamid (Z) selama 2 bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)  selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR).
2.     TBC paru berat atau TBC ekstrapulmonal   Pada TBC berat (TBC milier, meningitis, dan TBC tulang) maka juga diberikan Streptomisin atau Etambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada TBC  berat biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan dengan Isoniazid dan Rifampisin selama 10 bulan lagi atau lebih, sesuai dengan perkembangan klinisnya. Kalau ada kegagalan karena resistensi obat, maka obat diganti sesuai dengan hasil uji resistensi, atau tambah dan ubah kombinasi OAT.
Obat anti tuberkulosis yang digunakan adalah :
  • Isoniazid (INH) : selama 6-12 bulan
1.     Dosis terapi                  : 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
2.     Dosis profilaksis           : 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
3.     Dosis maksimum           : 300 mg/hari
  • Rifampisin ( R ) : selama 6-12 bulan
1.     Dosis                            : 10-20 mg/kgBB/hari sekali sehari
2.     Dosis maksimum           : 600 mg/hari
  • Pirazinamid (Z) : selama 2-3 bulan pertama
1.     Dosis                            : 25-35 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
2.     Dosis maksimum           : 2 gram/hari
  • Etambutol (E) : selama 2-3 bulan pertama
1.     Dosis                            : 15-20 mg/kgBB/hari  diberikan sekali atau 2 kali sehari
2.     Dosis maksimum           : 1250 mg/hari
  • Streptomisin (S) : selama 1-2 bulan pertama
1.     Dosis                            :  15-40 mg/kg/hari diberikan sekali sehari intra muskular
2.     Dosis maksimum           : 1 gram/hari
  • Kortikosteroid diberikan pada keadaan khusus seperti : Tb milier, meningitis Tb, endobronkial Tb, pleuritis Tb,  perikarditis Tb, peritonitis Tb.
  • Boleh diberikan prednison 1-2 mg/kg BB/hari selama 1-2 bulan
PENGHENTIAN PENGOBATAN
  • Bila setelah 6 bulan evaluasi membaik : batuk menghilang, klinis membaik, anak menjadi lebih aktif, berat badan meningkat, foto thorax membaik, penurunan LED
  • Bila setelah 6 bulan tidak ada perbaikan, kemungkinan :
1.     Kepatuhan minum obat yang kurang
2.     MDR (Multi Drug Resisten)
3.     Diagnosis bukan TBC
OBAT PENCEGAHAN DENGAN INH : 5-10 mg/kg BB/hari diberikan pada :
  • Profilaksis primer : anak yang kontak erat dengan penderita TB menular (BTA positip, tetapi belum terinfeksi).
  • Profilaksis sekunder : anak dengan infeksi TB yaitu tuberkulin positip dan klinis baik, dengan faktor resiko yang memungkinkan menjadi TB aktif.
1.      umur dibawah 5 tahun
2.     menderita penyakit infeksi (morbili, varicella)
3.     mendapat obat imunosupresif (sitostatik, steroid, dll)
4.     umur akil balik
5.     kalau ada infeksi HIV
KOMPLIKASI
Pada anak komplikasi biasanya terjadi pada 5 tahun pertama setelah infeksi terutama 1 tahun pertama. Penyebaran limfohematogen menjadi Tb milier atau meningitis Tb atau efusi pleura biasanya terjadi 3-6 bulan  setelah infeksi primer. Tb tulang dan sendi terbanyak terjadi dalam 3 tahun pertama, dan Tb ginjal dan kulit terbanyak setelah 5 tahun dari infeksi primer.
SISTEM SKORING DIAGNOSIS TUBERKULOSIS ANAK
Parameter
0
1
2
3
Kontak Tb
Tidak jelas
Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak tahu
Kavitas (+), BTA tidak jelas
BTA (+)
Uji Tuberkulin
Negatif
Positif ( ≥ 10 mm atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosupresi)
Berat badan/keadaan gizi
BB/TB < 90% atau BB/U < 80%
Klinis gizi buruk atau BB/TB< 70%atau BB/U < 60%
Demam tanpa sebab
jelas
≥ 2 minggu
Batuk
≥ 3 minggu
Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal
≥ 1cm, jumlah >1, tidak nyeri
Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang
Ada pembengkakan
Foto Rontgen toraks
Normal/tidak jelas
  • Infiltrat
  • Pembesaran kelenjar
  • Konsolidasi segmental/
lobar
  • atelektasis
    • kalsifikasi + infiltrat
    • pembesaran kelenjar + infiltrat
Catatan :
  • Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
  • Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis
  • Berat badan dinilai saat datang (moment opname)
  • Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku
  • Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada Tb anak
  • Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring Tb anak
  • Didiagnosis Tb jika skor ≥ 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih bersifat tentatif/sementara, nilai definitif menunggu hasil penelitian yang sedang dilaksanakan.
Referensi
  • Core Curriculum on Tuberculosis: What the Clinician Should Know, 4th edition (2000). Division of Tuberculosis Elimination, Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
  • Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society. Control and prevention of tuberculosis in the United Kingdom: Code of Practice 2000. Thorax 2000;55:887-901
  • Thomas Dormandy (1999). The White Death: A History of Tuberculosis.
  • Mountains Beyond Mountains: The Quest of Dr. Paul Farmer, a Man Who Would Cure the World. Tracy Kidder, Random House 2000.
  • Ha SJ, Jeon BY, Youn JI, Kim SC, Cho SN, Sung YC. Protective effect of DNA vaccine during chemotherapy on reactivation and reinfection of Mycobacterium tuberculosis. Gene Ther. 2005 Feb 03;
  • Tuberkulosis – Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006.
  • Munoz FM, Starke JR. Tuberculosis. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB, penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders,  2003 : 958-71.
  • Crofton SJ, Horne N, Miller F. Clinical Tuberculosis. Edisi ke-1. London: The Mac Millan Press, 1992.
  • Rahajoe N, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi : PP IDAI, 2005.